Hidup Sendiri Cenderung Alami Depresi
![]() |
| Hidup dalam kesesendirian bisa meningkatan risiko depresi (Ilustrasi: Vancouversun.com) |
Penelitian ini dilakukan oleh Laura Pulkki-Raback, seorang peneliti psikologi kesehatan kerja di Institut Finlandia. Ia meneliti 3.500 orang Finlandia yang sudah berkerja, dengan waktu penelitian yang dihabiskan selama tujuh tahun.
Hasil penelitian Laura menunjukkan bahwa 80 persen pekerja yang ditelitinya hidup sendiri dan pembeli obat anti depresi, untuk mengatasi permasalahan hidup yang dialami. Obat tersebut dijadikan sebagai pelarian bagi mereka, untuk dapat merasa tenang dan sejenak melupakan permasalahan yang mereka hadapi.
Laura mengatakan, beberapa pekerja yang ditelitinya mengungkapkan bahwa depresi yang diderita disebabkan oleh perasaan keterasingan dari lingkungan sosialnya, dan kurangnya kepercayaan mereka terhadap orang lain.
Bila dikaitkan dengan jenis kelamin, risiko paling besar mengalami depresi terjadi pada kaum wanita. Menurut Laura, hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor. Antara lain kurangnya hubungan antar sesama dalam kehidupan sosial, tingkat pendidikan yang rendah, dan penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Kaum pria yang hidup sendiri biasanya disebabkan oleh kurangnya dukungan sosial. Namun, mereka biasanya akan mencari sesuatu sebagai pelarian. Seperti mengkonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang," terang Laura.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal BMC Public Health itu mencatat adanya peningkatan jumlah orang yang hidup sendiri. Berdasarkan data statistik Kanada, sebanyak 26,8 persen penduduknya hidup sendiri pada tahun 2006. Jumlah tersebut meningkat 6% dari tahun 1941.
Menurut seorang psikolog, Dr Scott Patten, data statistik Kanada pada 2002 memperkirakan sekitar 12 persen warga mengalami depresi klinis. Kelompok paling tinggi yang berisiko adalah mereka yang mengalami perceraian.
"Kelompok orang yang menikah memiliki kemungkinan yang rendah mengalami depresi. Sedangkan kelompok orang yang masih lajang, memiliki tingkat menengah dalam prevalensi risiko depresi," ujar Patten yang juga seorang pengajar di University of Calgary. (art)
