Headlines News :
| |

Masafumi Nagasaki, Orang Yang Hidup Sendiri Di Pulau Sotobanari

Talinews.com, Jepang – Masafumi Nagasaki berusia 76 tahun. Kulit wajahnya penuh oleh kerutan pertanda tua, dipenuhi kumis dan brewok putih. Tubuhnya kurus penuh tonjolan tulang dibawah permukaan kulit. Meski ia orang Jepang yang biasanya berkulit putih, Masafumi memiliki kulit gelap akibat sengatan sinar matahari.

Pada awal tahun sembilan puluhan Bapak Nagasaki memutuskan untuk menjauhi kehidupan mainstream masyarakat dan hidup sendiri di pulau kecil Sotobanari ( Pulau Terluar), dan ia telah bertekad untuk menghabiskan masa tuanya di pulau ini. (Foto: Dailymail)
Ia bukan orang terkenal di Jepang, hanya seorang lanjut usia yang memutuskan untuk menghabiskan sisa usianya dengan hidup sendiri, di satu pulau terpencil bernama Sotobanari, yang dikenal oleh para nelayan sebagai pulau yang memiliki arus deras dan berbahaya.

Pulau Sotobanari memiliki lebar sekitar satu kilometer, dan merupakan daerah tropis yang berada di kawasan Okinawa, Jepang. Namun, letak pulau ini sesungguhnya lebih dekat dengan Taiwan dibandingkan Tokyo. Bila diartikan dalam bahasa Indonesia, Sotobanari memiliki arti 'pulau terluar'.

Ia memilih hidup sendiri di Pulau Sotobanari sekitar tahun 1992. Sebelumnya, kehidupan Masafumi disibukkan dengan rutinitas kerja di industri hiburan, yang penuh dengan nuansa hingar-bingar. Namun, ia merasa tidak betah hidup dalam kebisingan kota di Jepang, dan memutuskan untuk meninggalkan semua benda keduniawian yang dimiliki, untuk hidup sendirian di alam liar suatu pulau.

Meski berjalan di pulau dalam kondisi telanjang tidak cocok bagi masyarakat normal, telanjang adalah benar baginya yang tinggal sendirian di Pulau Sotobanari.
Kehidupan keras penuh tantangan dijalani Masafumi di Pulau Sotobanari selama 20 tahun. Tidak ada sumber mata air tawar di pulau itu. Karenanya, ia mengandalkan air hujan yang turun dan ditampungnya menggunakan panci bekas. Air itu pula yang digunakan untuk mandi dan bercukur.

Menurut berita yang dilansir dari Dailymail, Selasa (17/4), saat pertama kali datang di pulau itu, ia mendirikan tenda sebagai 'istana' untuk tempat tinggal sehari-hari. Namun, tenda lenyap melayang saat topan besar melanda. Bahkan, topan juga merusak sebagian besar vegetasi di Pulau Sotobanari, yang diandalkan Masafumi sebagai tempat bernaung.

"Aku terbakar sinar matahari. Pada saat itu, timbul pikiran bahwa tidak mungkin bisa bertahan hidup di sini. Setiap kali ada kapal yang lewat, aku lemparkan baju tinggi-tinggi ke tengah pantai, agar bisa dilihat oleh mereka dan menjemputku," katanya.

Namun, setelah topan melanda, jarang sekali kapal yang melintas. Ia pun kembali bertahan dengan kondisinya yang sangat bergantung pada alam. Bajunya hanya tersisa beberapa helai. Bila hujan melanda di kala malam, semua bajunya yang basah dijemur hingga kering saat siang, dan ia pun harus telanjang.

Lama kelamaan, ia terbiasa tidak mengenakan sehelai benang pun di tubuhnya. Menurutnya, meski berjalan di pulau dalam kondisi telanjang tidak cocok bagi masyarakat normal, telanjang adalah benar baginya yang tinggal sendirian di Pulau Sotobanari.

"Itu (bertelanjang) seperti pakaian seragam di sini. Jika mengenakan pakaian, Anda akan merasa benar-benar tidak berada pada tempatnya," ujar Masafumi.

Pakaian hanya dikenakan sepekan sekali, saat ia pergi ke daratan terdekat, menggunakan perahu yang dibuat sendiri setelah topan melanda. Saat berada di daratan itulah, ia bisa mengambil air bersih dan membeli kue beras yang menjadi makanan pokoknya, dari uang yang dikirimkan oleh keluarganya dan dititipkan pada penduduk daratan, sebesar 9,694 Yen atau setara dengan Rp 1,1 juta setiap bulannya.

Pulau Sotobanari adalah tempat terpencil, dengan lebar hanya satu kilometer. Pulau ini berada di daerah tropis Jepang, prefektur Okinawa tetapi terletak lebih dekat ke Taiwan. Disinilah Bapak Nagasaki melalui hari-harinya, surga pribadi yang dipenuhi dedaunan hijau, tempat hidup yang menyenangkan bagi masa tuanya.
Makan bukanlah yang utama baginya. Terkadang, ia hanya makan empat hingga lima hari sekali. Setiap hari, Masafumi memulai hari dengan berjalan-jalan berkeliling pulau di bawah terik matahari. Setelah itu, ia membersihkan perkakas masak dan alat makan. Bila menjelang sore, ia membersihkan tempat berteduhnya dari hewan serangga.

Masafumi sadar bahwa kesehariannya bukanlah gaya hidup sehat. Tetapi, bukan itu inti dari pengasingannya dari peradaban modern. "Mencari tempat untuk meninggal merupakan hal penting untuk dilakukan.

Apakah di rumah sakit atau di rumah dengan orang terdekat Anda. Tapi, saya telah memutuskan di pulau ini adalah tempat bagi saya, di kelilingi oleh alam," katanya.

Ia tidak menghiraukan apa yang masyarakat bicarakan tentang dirinya. Menurut Masafumi, ia hanya mengikuti aturan alam.

"Anda tidak bisa mengalahkan kekuatan alam, sehingga Anda harus mematuhi alam sepenuhnya. Itu yang saya pelajari saat datang di pulau ini. Mungkin itulah sebabnya mengapa saya diterima dengan baik di sini," pungkas Masafumi. (art)

Posted by TaliNews on Rabu, 18 April 2012, 03.12. Filed under , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response.!
IndoLowong
Support Us :
Comments
blog comments powered by Disqus